Orang tua adalah alasan kita ada di dunia ini. Mereka adalah guru
pertama kita semenjak kita dilahirkan. Sebagaimana seorang anak yang memiliki
kemiripan genetik, sifat dan perilaku anak juga tergantung
dari orang tuanya. Tidak peduli baik atau buruk, sifat dan perilaku anak akan
terbawa sampai ia dewasa. Sifat tersebut tergantung dengan kebiasaan orang
tuanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Mutanabbi: “Mengubah suatu
kebiasaan itu merupakan perubahan yang sangat sulit.” Al-Imam Ghazali juga berkata: “Pendidikan di
rumah sudah terlaksana sebelum pendidikan di sekolah atau masyarakat.” Dalam keadaan apa pun, orang yang berhasil adalah orang yang dapat
memilih lingkungan yang ia tinggali. Setiap generasi memiliki zamannya masing-masing.
Berikut adalah lima pelajaran hidup yang saya dapati selain dari rumah dan
sekolah: 1. Bahasa Arab itu kunci segalanya Pada waktu kecil, orang tua keluarga Somalia memberikan pembelajaran Al-Qur’an kepada anak-anak mereka. Pembelajaran ini pun
menjadi salah satu persyaratan memasuki sekolah. Kebiasaan tersebut merupakan
sesuatu yang hanya sering ditemui di wilayah pedesaan atau perkotaan Somalia.
Setelah itu, para orang tua fokus untuk membuat anaknya mahir berbahasa Arab,
mulai dari sintaksisnya, morfologinya, sampai ke sastra. Hal ini seakan-akan
anak berada di lingkungan pembelajaran bahasa Arab mulai dari mempelajari kitab Alfiyyah
Ibn Malik beserta syarahnya, sampai ke pembacaan
nadzhom Imrity di setiap pagi dan petang hari: وَالنَّحْوُ أَوْلٰى أَوَّلًا
أَنْ يُعْلَمَا ☼
إِذِ الْكَلَامُ دُوْنَهُ لَنْ يُفْهَمَا “Ilmu nahwu itu
lebih berhak pertama kali untuk dipelajari, karena kalam arab tanpa nahwu,
tidak akan bisa dipahami” (Ini adalah salah satu nadzhom Imrithy) Hal ini sangat bagus. Namun, beberapa orang tua enggan
mengajarkan anaknya agar mahir berbahasa Inggris dan tidak peduli sama sekali
mengenai hal tersebut. Kehidupan mengajarkan saya bahwa bahasa Inggris itu kunci dunia,
pasarnya pekerjaan, dan wadahnya segala pengetahuan. Siapa pun yang ingin
masuk ke ranah internasional, ia harus menguasai bahasa Inggris sebagaimana ia
menguasai bahasa pertamanya. Sekarang, bahasa Inggris juga menjadi salah satu persyaratan
diterimanya seseorang pada bangku perkuliahan Pascasarjana. Oleh karena itu, jangan
halangi buah hati Anda dalam mempelajari bahasa asing. 2. Jadilah Multitalenta Sering kali kita mendengar perkataan, “Dia hebat”, “Dia juga pandai membuat syair”, “Dia juga pandai hadis”, “Dia juga
seorang dokter yang terkenal seperti Ibnu Sina”. Ucapan tersebut seakan-akan
menilai bahwa orang lain adalah orang yang memiliki ribuan kemampuan. Ia melakukan
segala hal sendiri dan tidak bergantung kepada siapa pun. Sebagaimana yang
dikatakan oleh al-Tughrai: وانما رجل الدنيا وواحدها
من لا يعوّل في الدنيا على رجل “Manusia yang
hebat adalah mereka yang tidak bergantung kepada siapa pun” Perkataan ini mungkin cocok untuk zaman dahulu, namun tidak di
zaman sekarang. Kita hidup di dunia yang mana setiap orang memiliki kemampuannya masing-masing. Siapa pun yang mencari segalanya akan kehilangan segalanya. Seseorang
pun juga mustahil hidup sendiri. 3. Pernikahan dan Tirani Laki-laki Beberapa keluarga beranggapan bahwa pernikahan itu dapat menjadikan
seorang suami sebagai raja. Namun, kehidupan mengajarkan saya bahwa seseorang
yang mencintai akan tunduk dengan yang dicintai. Pernikahan itu didasari dengan
sebuah perjanjian di antara kedua belah pihak dan sudah dimusyawarahkan mengenai membangun rumah tangga yang ideal tanpa menimbulkan masalah 4. Rasa sakit dipukul itu sementara, ilmu dan adab itu kekal Orang tua kita percaya bahwa mendidik yang benar itu dengan
menggunakan kekerasan. Hal ini didukung dengan syair yang berbunyi: لا تحزنَ على الصبيانِ إنْ
ضُرِبُوا فالضرب يبرا ويبقى العلمُ والأدبُ. الضربُ ينفعُهُم والعلمُ
يرفعُهُم لولا المخافة ما قرأوا وما كتبوا لولا المُعَلِّمُ كان الناسُ
كلُهُمُ شبه البهائمِ لا علمٌ ولا أدبُ “Janganlah kamu
sedih apabila anakmu dipukul. Rasa sakitnya itu sementara, sedangkan ilmu dan
adab itu akan tetap ada selamanya. Pukulan itu
bermanfaat dan ilmu itu mengangkat derajat mereka. Kalau bukan karena takut
dipukul, mereka tidak akan membaca dan menulis. Tanpa adanya
seorang guru, manusia akan seperti binatang yang tidak memiliki ilmu ada adab.” Namun, kehidupan mengajarkan saya bahwa kekerasan hanya akan
menghasilkan kekerasan. Kebaikan itu bukan merupakan hasil dari kekerasan. Tata
cara mendidik itu banyak, sedangkan paksaan itu tidak akan bermanfaat. Walau
rasa takut itu akan berakhir, sejatinya rasa tersebut berubah menjadi balas dendam.
Bahkan, dendam ini akan dilampiaskan ke generasi setelahnya yang lebih muda. Kebaikan adalah pilihan terbaik dalam mendidik. 5. Somalia Raya dan Tanah Air
Pada masa awal dan di setiap rumah orang Somalia, para
leluhur menceritakan tentang Somalia Raya dan pembagian wilayahnya yang
dilakukan oleh musuh. Salah satu kisah uniknya, dikatakan bahwa bintang di
bendera Somalia mengacu kepada lima wilayah Somalia. Seiring berjalannya waktu,
kehidupan mengajarkan saya bahwa yang membagi wilayah itu bukan musuh,
melainkan rakyatnya sendiri. Setiap orang memiliki bendera, tentara, dan
perbatasan yang disengketakan. Siapa pun yang masih beranggapan seperti awal
akan dianggap kuno. |
0 komentar:
Posting Komentar